Jakarta, CNN Indonesia —
Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) menyatakan Pemilu 2024 merupakan proses demokrasi terburuk yang terjadi sepanjang sejarah sejak era reformasi.
Menurut mereka, kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tidak sah karena dilalui dengan berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran Pemilu.
“Pemilu 2024 tidak legitimate karena berjalan di atas berbagai praktik kecurangan, manipulasi, dan melanggar kedaulatan rakyat,” ujar Juru Bicara GEBRAK sekaligus Ketua Umum Konfederasi KASBI Sunarno dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu (31/3).
Sunarno mengatakan berbagai proses kecurangan tersebut tidak hanya terjadi pada ranah kontestasi politik yang telah berlangsung pada 14 Februari 2024 saja. Namun, gejala tersebut telah berlangsung sejak jauh-jauh hari.
Dia menyinggung rezim pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang mengatur berbagai regulasi dan kebijakan untuk memuluskan sejumlah praktik kecurangan dan manipulasi politik. Misalnya dengan melakukan perubahan terhadap Undang-undang (UU) KPK, UU Cipta Kerja, dan UU IKN.
“Puncaknya, kongkalikong rezim berujung pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 90/PUU-XXI/2023, memuluskan jalan anak sulung sang Presiden untuk menaiki singgasana tampuk kekuasaan sebagai Wakil Presiden,” ucap Sunarno.
Berbagai kritik dan gelombang protes dari kalangan gerakan rakyat termasuk juga guru besar, kata Sunarno, malah diabaikan begitu saja.
Sunarno menambahkan kecurangan juga meluas ke level birokrasi baik di nasional maupun daerah. Sepanjang 2022-2023, kata dia, sebanyak 271 kursi kosong kepala daerah telah digantikan oleh para PJ kepala daerah.
Temuan Ombudsman RI yang menyatakan terdapat malaadministrasi dalam penunjukan PJ kepala daerah juga tidak ditindaklanjuti.
“Di sisi lain, rezim pemerintahan Jokowi juga melakukan berbagai mobilisasi dan pengondisian aparatur sipil, TNI dan Polri termasuk melalui pendekatan politik bansos yang dibiayai oleh APBN menjelang pemilu yang punya tendensi untuk memenangkan pasangan calon Prabowo-Gibran,” kata Sunarno.
Situasi perburuhan
Menurut Sunarno, Jokowi di akhir masa jabatannya sebagai presiden semakin menegaskan keberpihakan kepada oligarki.
Beberapa contoh perubahan yang terjadi pada rezim Jokowi adalah pro terhadap kebijakan upah murah yang merenggut kesejahteraan kaum buruh. Sunarno menjelaskan hal itu bisa dilihat dari UU Cipta Kerja di mana kebijakan pengupahan tidak lagi dapat menjangkau kebutuhan hidup layak bagi buruh dan keluarganya.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menambahkan kontestasi politik 2024 hanya merupakan ajang konsolidasi elite politik dan ekonomi untuk melanggengkan kekuasaan, alih-alih perubahan politik yang bersandar pada kedaulatan rakyat agar jalannya pemerintahan sesuai dengan konstitusi.
Ia menilai terdapat kemunduran yang sangat tajam dalam proses demokrasi termasuk pelaksanaan pemilu di Indonesia.
“Pemilu 2024 adalah puncak dari krisis yang telah menjerat rakyat selama satu dekade terakhir, khususnya petani, nelayan, masyarakat adat, buruh, mahasiswa, perempuan dan kelompok marjinal pedesaan dan perkotaan lainnya,” kata Dewi.
Berdasarkan kondisi tersebut, GEBRAK mengeluarkan sejumlah pernyataan sikap. Di antaranya menyerukan kepada seluruh elemen gerakan sosial untuk terus kritis dan melawan berbagai bentuk ketidakadilan dan kebijakan yang merampas hak rakyat.
GEBRAK juga mendorong hadirnya oposisi yang yang kuat dan berkualitas di parlemen untuk melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pemerintahan ke depan.
“Mendesak DPR RI segera menjalankan fungsi konstitusionalnya untuk mengusut berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran selama proses Pemilu 2024 berlangsung,” kata Sunarno.
(ryn/tsa)