Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menggeser Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menjadi staf ahli bidang komunikasi dan kehumasan Kementerian Sekretariat Negara.
Bey tak lagi menjabat Deputi Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden.
“Yang rotasi adalah Bu Sari itu staf ahli, berganti posisi staf ahli. Terus kemudian sehingga kosong staf ahli bidang komunikasi dan kehumasan. Itu diisi oleh Pak Bey,” kata Pratikno usai pelantikan di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (3/4).
Pratikno mengatakan Bey digeser karena juga menjabat Pj. Gubernur Jawa Barat. Istana khawatir Bey keteteran karena tugas menjadi gubernur dan deputi sama-sama berat.
Ia memastikan Bey tetap menjabat sebagai Pj Gubernur Jawa Barat. Hanya saja, Bey tak lagi mengurus protokol atau media di istana.
“Agar efektivitas pemerintahan berfungsi dan berjalan maksimal,” ujarnya.
Pratikno mengatakan belum ada pengganti Bey di posisi Deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden. Ia berkata baru akan membuat kajian sebelum menunjuk nama baru.
Terpisah, Bey mengaku sempat keteteran memegang jabatan di Setpres dan gubernur. Dia tak pernah ikut rapat persiapan upacara 17 Agustusan di IKN.
Dia tak masalah dengan perubahan jabatan menjadi staf ahli Mensesneg. Bey berguyon jabatannya masih eselon I, hanya tak lagi tampil di media massa.
“Pada prinsipnya jabatan itu amanah dan amanah itu harus dijalankan dengan baik. Bukan dipertahankan bagaimana supaya tetep di situ,” ujar Bey.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menunjuk Bey sebagai Deputi Bidang Protokol, Pers dan Media pada 20 Januari 2021. Lalu Jokowi menjadikan Bey l Pj. Gubernur Jawa Barat pada September 2023.
Ia mengisi kekosongan jabatan setelah Ridwan Kamil menuntaskan masa baktinya. Bey tetap memegang jabatan di istana meskipun harus berkantor di Bandung setiap hari.
Nama Bey sempat disorot publik karena film Dirty Vote. Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyebut terdapat kejanggalan yang terjadi dalam penunjukan penjabat gubernur, termasuk Bey, oleh Presiden Jokowi.
“Gambaran ini menunjukkan sebaran penunjukan pejabat bupati, wali kota, sekaligus gubernur di seluruh Indonesia. Hanya saja, kalau kita lihat peran dari Pak Tito karnavian sebagai Mendagri dan restu dari presiden dalam penunjukan pejabat kepala daerah pada dasarnya mereka tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi,” ucap Feri.
(dhf/fra)